Minggu, 16 Maret 2008

SWASEMBADA SUSU NASIONAL..?? KENAPA TIDAK MULAI DI LUAR JAWA

.

SWASEMBADA SUSU DI indonesia .. KENAPA TIDAK KITA MULAI di KARO

Beberapa waktu yang lalu lalu masyarakat di Indonesia tersentak karena media masa terkemuka antara lain (SIB di Sumut, Suara Merdeka-Jatim, Kompas) , memberitakan akan kenaikan harga susu dunia yang tidak tanggung-tanggung 100 % yakni untuk susu bubuk (milk powder) yang pada awal tahun 2007 seharga USD 2.000 melonjak menjadi USD 4.200 / MT

Bila penyebab utama adalah kekeringan yang melanda Australia dan New Zealand, dapat di asumsikan bahwa kenaikan harga tersebut bersifat temporer, namun bila penyebab utama adalah naiknya permintaan Dunia yang dipacu oleh naiknya permintaan yang dipacu oleh RRC, India dan Vietnam (yang pemerintahnya sangat konsern dalam meningkatkan mutu SDM nya memalui perbaikan gizi) maka dapat dipastikan kenaikan harga susu akan menjadi permanen.

Dampak Terhadap Indonesia.

Indonesia yang di klaim sebagai Negara Agraris, ternyata memperoleh dampak yang sangat besar . Bagaimana tidak, pada kondisi saat ini konsumsi rata-rata konsumsi susu sekitar 6.5 liter /kapita/tahun (untuk SUMUT jauh lebih rendah), dan total konsumsi nasional adalah 1,5 miliar liter / tahun , selama ini masih menggantungkan 67 % dari supplai pada import. Pada kondisi sekarang saja Konsumsi susu Nasional kita adalah yang terendah diantara Negara-negara Tetangga (Malaysia 20 liter , Vietnam 9 liter, Singapore 40 liter), dan bagaimana dampaknya dengan kenaikan harga susu dimasa mendatang, yang diperkirakan akan mencapai Rp. 52.000 / kg untuk susu bubuk.

Manfaat susu untuk pertumbuhan dan kesehatan manusia itu sudah pasti, tidak perlu didiskusikan. Susu merupakan komoditas yanbg tidak terpisahkan dalam menyiapkan SDM yang sehat, cerdas dan berkualitas. Bisa dibayangkan bila tidak dilakukan tindakan yang cepat (crash program), dengan daya beli masyarakat saat ini, maka susu akan menjadi komoditas hayalan yang untuk sebagaian besar masyarakat tidak akan pernah dikonsumsi lagi. Dalam kondisi ini apakah cita-cita luhur pemerintah dalam meningkatkan SDM yang kompetitif dapat terwujut . atau hanya sekedar selogan atau wacana seperti swasembada daging dan jagung.

Laporan dari bulletin Depkes 16 Juni 2007, bila dicermati akan sangat memperihatinkan, mengapa tidak, rata-rata berat badan anak Indonesia umur 2 tahun rata-rata lebih rendah 2 kg, dan tinngi badannya lebih rendah 5 cm, dibandingkan dengan bangsa lain. Bukan kah ini merupakan indikasi pertumbuhan fisik yang tidak optimal dan tentunya berpengaruh pada pertumbuhan organ tubuh antara lain otak. Kalau dulu pada jaman penjajahan jepang, kita mengatakan orang Jepang pendek-2, ternyata hanya dalam kurun waktu 1 generasi, terjadi hal sebaliknya orang jepang (bahkan suatu saat Dunia) akan mengatakan orang Indonesia pendek-pendek.

Potensi Pengembangan Sapi Perah … di Luar Jawa

Masalah ketersediaan susu, adalah masalah Nasional yang selama ini mungkin kurang terperhatikan. Ironisnya , pada saat Negara-negara tetangga sedang giat-giatnya meningkatkan ku;litas SDM antara lain dengan menggalakkan minum susu, ternyata Komoditas ini bukan komoditas yang perioritas seperti beras dan minyak goring. (Mari Eka Pangestu Menteri Perdagangan, Suara Merdeka 28 Juni 2007). Konsep penyelesaian secara Nasional mungkin akan merupakan solusi, namun seperti biasanya akan membutuhkan waktu yang sangat lama, apa lagi komoditas susu yang berhubungan langsung dengan rakyat, mungkin tidak dianggap “urget” bagi pejabat kita.

Kalau kita lihat “Peta Pesusuan” Nasional terlihat jelas hamper 100 % industri susu di kembangkan di pulau jawa, mulai dari ternak sapi perah yang jumlahnya “hanya” 500.000 ekor itu dan Industri Pengolahan Susu (IPS) semua ada di Jawa.

Sejalan dengan pertambahan penduduk khsusnya di Jawa, maka persaingan pemanfaatan lahan semakin besar. Lembang yang sejak jaman Belanda dikenal sebagai daerah penghasil susu, saat ini telah berubah jadi Hotel dan Villa mewah, hal yang sama terjadi di Batu (Jatim).

Usaha pertanian / peternakan merupakan “Land Based Industry” dimana ketersediaan lahan merupakan suatu keharusan. Pemerintah memang telah merencanakan pengembangan Industry susu Nasioanl di luar pulau Jawa, namun semestinya pemerintah harus segera memulai di propinsi diluar Jawa yang relatip lebih siap dalam hal SDM, infra struktur, tanah dan iklim yang sesuai.

Sapi Perah di SUMUT…. Kenapa tidak.??

Usaha sapi perah sebenarnya bukan hal baru di Prop.Sumut. Sejak masa pemerintahan Belanda, dibeberapa lokasi seperti Kab.Karo, (meskipun jumlahnya terbatas ) telah dikembangkan usaha sapi perah. Beberapa penduduk Sumut keturunan India, sampai saat ini masih meneruskan usaha peternakan sapi perah yang merupakan usaha keluarga yang turun temurun .

Menurut hemat saya banyak lokasi-lokasi yang sangat ideal untuk pengembangan usaha sapi perah seperti KABUPATEN KARO, Simalungun, Dairi dan Pakpak Bharat. Ketersediaan pakan hijauan tersedia sepanjang tahun, apalagi bila dilakukan secara intensip dengan bekerja sama dengan petani setempat. Usaha sapi perah juga akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meiningkatkan kualitas dan kuantitas produk pertanian di Sumut, melalui “by product” usaha tersebut.

Idealnya Propinsi Sumut suatu saat dapat mengembangkan usaha peternakan sapi perah katakanlah dengan populasi sapi perah laktasi sebanyak 50.000 ekor, sehingga dapat memenuhi sebagian besar dari kebutuhan penduduknya. Ini bukan “mission impossible”, kalau Pengalengan dan Lembang yang merupakan kecamatan saja di Jabar memiliki sapi perah hamper 45.000 ekor, kenapa SUMUT tidak.

Perencanaan memang perlu, tetapi perencanaan yang ber-lama-lama akan menambah masayalah menjadi lebih besar. Permasayalah sudah didepan mata kita dan perlu “action”.

KABUPATEN KARO…..KAMI SUDAH MULAI

Bagi kita yang berempat tinggal di Luar Jawa, meyakinkan pemerintah pusat bukanlah hal yang gampang. Biasanya proyek yang dilimpahkan ke pusat adalah “sisa” proyek yang tidak dapat dilaksanakan di Jawa, dan sudah pasti proyek tersebut bukan dibuat berdasarkan potensi dan kebutuhan daerah.

Oktober 2005, secara kebetulan saya (yang sudah 35 tahun meninggalkan karo) bertemu dengan teman Simon (kelahiran berastagi, yang sudah 30 tahun meninggalkan Karo), bertemu dan ber bincang-bincang dan timbul gagasan untuk membuat sesuatu di KARO. Gagasan pengembangan peternakan sapi perah timbul dengan banyak pertimbangan / justifikasi antara laian :

  1. Kab Karo mempunyai “comparative advantage” berupa climate, yang sangat sesuai (mungkin yang terbaik dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia), nuntuk sapi perah. (Dengan dasar pertimbangan tersebut, pemerintah colonial Belanda, dulu mbangun peternakan sapi prah di Karo meskipun untuk kepentingan kelompok mereka).
  2. Karo adalah daerah pertanian, dan menghasilkan banyak”by Product” yang bisa dimanfaatkan untuk Pakan ternak. Sebagai dareah pertanian Karo juga memerlukan banyak pupuk kandang / kompos (Spending Petani Karo untuk itu sebanyak Rp.21.5 miliar , lebih bbesar dari PAD daerah),
  3. Data yang kami peroleh hasil Penelitian thn 2003-4 salah satu mahasiswa program S2 di Fak.Kedokteran USU, ternyata ada kecenderungan, pada saat generasi muda dari daerah lain cenderung makin tinggi karna pertumbuhan badan lebih sempurna, generasi muda Karo cenderung stagnan atau malahan lebih pendek. (Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa Tinggi Badan anak anak usia masuk sekolah , 7 thn, di karo … lebih pendek 3-4 cm dibandingkan dengan rata-rata nasional,) Informasi tersebut sangat menggelisahkan saya sebagai orang Karo. Informasi tersebut member gambaran bahwa kemungkinan besar BHalita karo tidak tumbuh secara fisik dengan normal,.. dan sudah pasti berpengaruh dalam perkembangan otak…
  4. Pertimbangan lain, sebenarnya sangat subjective. Sudah berkali-kali program pengembangan peternakan sapi perah dilakukan oleh Pemda karo (yang terahir Bp.Sinar Perangin-angin, yang konon menghabiskan biaya puluhan miliar ) berahir dengan kegagalan. Saya yang punya sedikit pengalaman di bidang Pertanian / Peternakan (kebetulan ada pengalaman sedikit di Australia dan di Wisconsin , yang diukenal dengan julukan “The dairy State of USA” merasa tertantang, dan merasa terpanggil. Dan kebetulan ada teman Simon perangin-angin (Keturunan Cina, Lahir di berastagi…

Daling Farm : Usaha peternakan sapi perah di Berastagi.. milking time

Daling Farm: beroperasi sejak 2006


Team dari Dinkes Karo, yang melakukan kegiatan social bekerjasama dengan Farm Kami dalam menanggulangi Balita yang gizi kurang, (Foto lokasi Farm)

Penimbangan anak-anak balita di Lau Bawang ( Mogajaya)

Generasi muda Karo…. Apa kita tidak melakukan apa-apa ///

(Foto di Pos yandu)… anak ini sekarang jadi anak asuh saya.

Petrus Sitepu